Mimbarjurnalis.com – Sebagai orang tua dari dua balita, saya tahu betapa menantangnya menghadapi temper tantrums. Suatu ketika, saat berbelanja di supermarket, anak sulung saya tiba-tiba terjatuh dalam amukan. Semua orang menatap, dan rasa panik mulai menghampiri saya. Namun, saya teringat untuk tetap tenang. Saya menarik napas dalam-dalam dan berusaha fokus pada situasi.
Ketika anak saya mulai berteriak, saya menghampirinya dan mengakui emosinya. “Aku mengerti kamu merasa marah,” kata saya dengan suara lembut. Mengakui perasaannya membuatnya merasa didengar dan lebih mudah untuk menjalin komunikasi. Setelah beberapa menit, ia mulai tenang, dan kami bisa melanjutkan berbelanja dengan damai.
Pengalaman itu mengajarkan saya betapa pentingnya kesabaran dan empati. Saya belajar bahwa tantrum adalah fase normal dalam perkembangan anak, dan cara kita menanggapi dapat mempengaruhi bagaimana mereka belajar mengelola emosi mereka di masa depan.(Desfita)